Daniel mulai cegukan pada Juli 2011 setelah pulang dari sebuah pesta. Ia mengaku bingung ketika bangun sudah cegukan tak bisa dihentikan dan tidak tahu sebabnya. "Aku bukan peminum alkohol berat walau kadang minum sedikit banyak dibanding biasanya tapi tak ada yang aneh," tuturnya.
Alhasil, Daniel mengalami berbagai kerepotan dalam menjalani kesehariannya. Ia tidak bisa makan, kadang sesak nafas sesaat, malu berada di tempat umum dan tidur sendirian tanpa istrinya setiap malam. Susan sang istri juga mengaku terganggu saat tidur bersama dan kini berusaha keras mencari obatnya.
"Aku lebih sering tidur malam sendirian di kamar berbeda dari istriku agar dia tidak terganggu," ungkap Daniel. "Itu bukan hal yang bagus dan cegukan menghalangi dalam banyak hal. Aku bisa tiduran berjam-jam dan cegukan setiap tiga detik."
Meski kerepotan namun pria berusia 38 tahun itu tetap berusaha bekerja normal sebagai software engineer. Ia pergi bekerja ke kantor di Dublin setiap 2 minggu sekali dan syukurlah rekan sekantornya memahami kondisinya. "Aku dapat mengontrol cegukan dan menahan nafasku saat tidak bicara. Jadi aku berusaha keras untuk menjaga ketenangan saat di kantor," imbuh Daniel.
Daniel sudah konsultasi ke dua ahli medis, dua kali menjalani endoskopi dan CT scan, berdiet, minum obat penenang hingga pengobatan tulang punggung namun tidak ada yang berhasil. Kini ahli saraf kemudian memberikan obat chlorpromazine yang biasa untuk skizofrenia. Meski tak benar-benar hilang namun cegukan ayah dua anak ini lebih terkendali sehingga direncanakan untuk dilanjutkan obat anti epilepsi.
No comments:
Post a Comment