Banner Asiabolabet

Monday 25 August 2014

10 FILM PALING JADUL DI INDONESIA ( bagian 2 )

Film Fantasi Jadul Indonesia

TARUHAN BOLA IBCBETBagi yang lahir di atas tahun 90-an pasti belum tahu jika dulu banyak film Indonesia yang bergenre fantasi. Selain itu, mungkin tidak banyak yang menyangka bahwa zaman dulu film drama malah jarang ada. Bioskop-bioskop Indonesia kala itu lebih banyak diisi dengan film-film silat, legenda, horor (yang benar-benar horor), dan juga fantasi. Saat itu, bioskop-bioskop di tanah air belum dibanjiri oleh film-film dari Hollywood. Selain itu, masih banyak pengusaha bioskop independen yang tidak memonopoli pasar. Dengan begitu, mereka bisa menentukan film-film yang diputar berdasarkan selera penonton di setiap kota.

Kondisi tersebut berbeda jauh dengan kondisi saat ini. Jika dibandingkan, pilihan genre film Indonesia saat ini kalah dengan produk impor yang menawarkan berbagai macam pilihan. Fantasi, animasi, dan fiksi ilmiah merupakan jenis film yang sulit ditemukan di bioskop Indonesia saat ini. Hal tersebut dipengaruhi oleh minimnya perkembangan teknologi animasi digital tanah air. Selain itu, gempuran film-film asing membuat kita kalah bersiang di pasaran. Maka dari itu, saat ini para produser dalam negeri belum berani ambil resiko membuat genre fantasi.

Kelesuan film Indonesia sendiri saat ini dimulai ketika memasuki tahun 90-an. Bioskop-bioskop saat itu lebih banyak diisi dengan tema-tema yang mengarah pada pornografi. Banyak yang mengatakan bahwa saat itu film Indonesia sedang mati suri. Kini penonton bioskop sudah lebih sering menyaksikan karya-karya anak bangsa di layar lebar. Meskipun belum sepenuhnya kembali berjaya, tapi setidaknya sienas muda kita telah menampakkan geliatnya.



Film Fantasi Jadul Indonesia




OUW PEH TJOA itu Indonesia? Ya, pertanyaan tersebut bakal mengusik kita karena memang nama itu terdengar seperti berasal dari Cina. Sebenarnya, tidak sepenuhnya salah, karena film garapan The Teng Chun ini memang diadaptasi dalam kisah klasik Cina, Legenda ular puith. Film yang diproduksi oleh Cino Motion Pictures ini bercerita tentang seekor siluman ular putih yang menyamar menjadi perempuan cantik, Bai Suzhen, dan bertemu dengan manusia, Khouw Han Boen. Mereka kemudian saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Kehidupan mereka baik-baik saja hingga suatu saat Han Boen menyadari kalau ternyata istrinya adalah seekor siluman.

Karena ketakutan, Han Boen mengadukan hal ini pada seorang suhu, Hoat Hae Sian Soe. Mendengar pengaduan Han Boen, suhu besar tersebut kemudian mendatangi Bai Suzhen untuk membunuhnya agar tidak mengganggu masyarakat sekitar. Suhu Hoat Hae Sian Soe pun mendatangi Bai Suzhen bersama dengan Han Boen. Namun, sebelum niat itu terlaksana, Dewi Kwan Im datang mencegahnya. Hal itu karena Bai Suzhen sedang mengandung anak Han Boen. Suhu tersebut pun mengurungkan niatnya dan menunggu anak tersebut lahir. Setelah melahirkan, Bai Suzhen meminta suaminya untuk merawat anak mereka dengan baik sementara ia menyerahkan diri pada suhu besar.

Cerita yang muncul pertama kali pada era Dinasti Ming ini memang memiliki banyak versi. Ketika banyak pedagang Cina masuk ke wilayah Nusantara (sebelum menjadi Indonesia) legenda rakyat tersebut membaur dan berkembang sesuai dengan budaya Nusantara (dulu belum Indonesia). Cerita dalam OUW PEH TJOA ini merupakan salah satunya. Film ini ternyata laris dipasaran kala itu. Buktinya, film ini dibuatkan seri lanjutan yang berjudul ANAKNJA SILOEMAN OELAR POETIH. Film tersebut menceritakan kelanjutan kisah anak Bai Suzhen yang ditinggalkan ibunya.



Film Fantasi Jadul Indonesia

Beginilah cinta, deritanya tiada akhir. Siapa yang tak kenal dengan ungkapan terkenal itu? Ungkapan yang menggambarkan kegalauan seseorang dalam bercinta itu sering diucapkan oleh siluman babi yang gemar menggoda wanita, Tie Pat Kai. Siluman genit dari Cina itu ternyata pernah dibuatkan film tersendiri dengan versi Indonesia. Film tersebut dibuat 10 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan. The Teng Chun lewat Java Industrial Film menjadi sosok di balik lahirnya film adaptasi Negeri Tirai Bambu tersebut.

Dikisahkan, siluman babi, Tie Pat Kai, telah menyelesaikan pertapaannya dan mampu berubah dalam wujud manusia. Ia kemudian turun gunung dan pergi ke kota. Di sana, ia berjumpa dengan seorang gadis cantik bernama Tjoei Lan, putri saudagar kaya Kho Tay Kong. Mereka berdua kemudian menikah dan memiliki seorang anak. Ketika anak mereka lahir, Kho Tay Kong terkejut karena anak tersebut berwujud babi. Ia mencurigai Pat Kai kalau dirinya adalah siluman. Ia kemudian mengusir Tie Pat Kai.

Pat Kai kabur membawa Tjoei Lan. Ayahnya yang bingung kemudian meminta bantuan biksu Tong San Tjong. Bersama muridnya, Tong Sam Tjong mengejar Pat Kai dan memaksanya untuk mengembalikan putri saudagar tersebut. Jika pernah melihat serial KERA SAKTI dari Cina, TIE PAT KAI KAWIN ini akan terasa jauh berbeda. Di sini, Pat Kai bukanlah seorang jenderal langit yang harus mengalami seribu kali derita cinta. Meskipun begitu, adaptasi tersebut membuktikan bahwa dulu sineas kita berani menyadur legenda luar negeri dan hal itu layak untuk diapresiasi.



Film Fantasi Jadul Indonesia

ANAKJNA SILOEMAN OELAR POETI merupakan lanjutan cerita yang diangkat dari kisah klasik Cina, OUW PEH TJOA. Cerita ini masih disutradarai oleh pembuat prequlnya, The Teng Chun. Film yang masih berwarna hitam putih ini diproduksi oleh Java Industrial Film. Anak Bai Suzhen yang dulu ditinggalkannya, kini telah besar. Ketika remaja, ia baru mengetahui bahwa ayahnya adalah manusia dan ibunya seekor siluman. Mengetahui hal tersebut, ia menjadi bahan olok-olok temannya.

Anak tersebut kemudian melarikan diri dari rumah dan pergi jauh. Ia lalu tersesat di hutan dan kebingungan. Ketika tersesat, ia kemudian bertemu dengan monyet besar yang berusaha menangkapnya. Cerita ANAKJA SILOEMAN OELAR POETI ini mungkin terasa jauh berbeda dari legenda asalnya. Hal itu wajar saja karena memang sudah disesuaikan dengan pasar Indonesia kala itu. Makanya, jika kita mencari korelasi antara cerita film ini dengan legenda aslinya, akan terasa jauh berbeda.

Cerita ular putih ini memang telah melegenda, baik di negeri asalnya maupun di Indonesia. Di era 90-an televisi nasional pernah diramaikan oleh serial ini dengan judul LEGENDA ULAR PUTIH (WHITE SNIKE LEGEND). Serial ini diimpor langsung dari Cina dan memiliki banyak penggemar. Sinetron Indonesia modern pun juga pernah mengadaptasi cerita ini. Kisah yang dibuat pada era Dinasti Ming ini berjudul LEGENDA ULAR PUTIH (2005) dan ditayangkan selama 13 episode. Sinetron tersebut dibintangi Sahrul Gunawan, Intan Nuraini, Chaca Frederica, Tetty Liz Indriarti, Yadi Timo, dan Krisno Bossa.



Film Fantasi Jadul Indonesia

Jika ada yang pernah bermimpi dapat berjalan-jalan di awan, maka film ini adalah perwujudan dari fantasi tersebut. Sutan Usman Karim atau lebih dikenal dengan Suska bersama dengan produser The Teng Chun mewujudkan imajinasi liar tersebut sebelum film berwarna masuk Indonesia. Melalui RATNA MUTU MANIKAM Suska bercerita tentang sebuah kerajaan di awan. Film ini berkisah tentang kisah cinta tiga dewi bersaudara yang menyukai seorang pria yang sama. Mereka adalah Ratna Mutu Manikam, Laila Kesuma, dan Kumala Juwita yang menjadi penduduk kerajaan awan.

Pria yang mereka taksir bersama adalah seorang raja manusia bernama Sultan Dardyah Alam. Suatu saat Kumala nekat melamar Darsyah. Namun, lamaran Kuamala tersebut ditolak dan membuat hatinya hancur. Ia kemudian mendendam pada Darsyah dan meminta bantuan para jin dan peri untuk menghancurkan Darsyah. Lelia yang mengetahui hal itu memberitahu Ratna. Mereka berdua kemudian mengadu pada Bathara Guru. Mendengar hal itu, Bathara Guru hanya menjawab bahwa itu adalah ujian bagi Darsyah. Nantinya, jika Darsyah mampu melewati cobaan tersebut, maka ia akan berjodoh dengan Ratna.

Cerita ini memang tampak adanya percampuran imajinasi pengarang dengan cerita pewayangan. Latar tempat di negeri awan bisa diasosiasikan dengan khayangan dalam cerita pewayangan yang biasanya ada di awan. Selain itu, munculnya tokoh Bathara Guru sebagai penasehat juga sama dengan penasehat dalam cerita Pandawa. Film ini terinspirasi oleh drama panggung berjudul DJOELA DJOELI BINTANG TIGA. Pembuatan sinema ini terhenti ketika Jepang menduduki Indonesia. Setelah itu, atas perintah Jepang, pengerjaannya diselesaikan oleh Tan Tjoei Hock. Format sinema ini masih dalam bentuk film hitam putih.



Film Fantasi Jadul Indonesia

TOPENG BESI merupakan salah satu film produksi dalam negeri setelah era proklamasi. Sinema layar lebar keluaran Samudra Film ini bisa dikategorikan sebagagai jenis fantasi karena akhir ceritanya yang tidak terduga. Sutradara Barnas Lesmana mungkin pernah mengalami cerita yang disutradarainya ini dalam hidupnya. Cerita ini bertema istanasentris dengan jalan cerita seputar perebutan kekuasaan kerajaan. Dikisahkan, seorang raja di negeri antah berantah baru saja mendapatkan seorang putri yang cantik. Ketika baru lahir, tanpa sepengetahuan raja, putri tersebut dibuang oleh seorang perdana menteri yang menginginkan tahta kerajaan tersebut.

Dayang Leila yang diperintahkan untuk membuang putri tersebut, merasa tidak tega ketika berada di tepi Telaga Maut. Ia kemudian menitipkan bayi itu pada seseorang yang ditemuinya di dekat Telaga Maut. Pria tersebut bernama Kuntul. Kuntul kemudian merawat bayi raja tersebut dan menamainya Bandargita. Setelah 20 tahun, Bandargita sadar akan asal usulnya. Ia kemudian berniat kembali ke kerajaan dan merebut tahta yang menjadi haknya.

Sementara itu, kerajaan yang kini dipimpin oleh Perdana Menteri membuat rakyat resah. Kekejamannya membuat rakyat ingin memberontak. Dengan dipimpin Bandargita, rakyat pun melakukan kudeta menjatuhkan Perdana Menteri. Di akhir cerita, Kuntul terbangun dan ternyata semua itu hanyalah mimpi. Film ini dibintangi oleh A. Ramli, Chaidir Sakti, Frans Lantua, Mujarikusumah, Nazar, Nirawati Perry, R. Kusmana Suwirja, dan Tati.






No comments:

Post a Comment